Hizbut Tahrir pertama kali didirikan pada tahun 1953 M di
Yerussalem. Pendirinya adalah seorang intelektual berkebangsaan
Palestina bernama Taqiyudin al Nabhani.
Pertama kali organisasi itu 'menjangkiti' Indonesia adalah ketika Taqiyudin al Nabhani datang ke Indonesia pada tahun 1972 M.
Suara
yang digemuruhkan HTI adalah penentangan terhadap kedaulatan Pancasila.
Menurut mereka, Pancasila tidak bisa dianut karena kedaulatannya
dipegang oleh umat. Sementara kedaulatan menurut mereka hanyalah milik
Allah s.w.t semata.
Sebagai gantinya, mereka menawarkan Khilafah Islamiyah sebagai kedaulatan yang mereka klaim satu-satunya yang boleh dianut.
Mereka
mengerem semangat demokrasi dan nasionalisme yang mereka anggap tidak
sesuai dengan siyasah Islamiyah. Padahal al Quran sendiri tidak pernah
menjelaskan kode-etik siyasah (politik) yang Islami.
Ali Abd al
Razieq berpendapat, bahwa menurutnya Islam tidak berhak mencampuri
urusan politik. Karena al Quran juga tidak pernah mengatur-atur
perpolitikan sebuah negara.
Bahkan, dalam sejarah arbitrase (tahkim),
Islam justru 'dipermalukan' oleh peristiwa tersebut yang menandai awal
terpecahnya umat Islam sedunia. Abu Musa al Asy'ari dan Amru ibn Ash
saling serang secara frontal, membuktikan rapuhnya politik dalam Islam.
Hingga akhirnya muncullah Sunni sebagai penengah antara Khawarij dan
Syi'ah.
Perpecahan ini ditengarai oleh sejarawan Islam klasik, Philip
Khouri Hitty, sebagai yang pertama dalam sejarah peradaban Islam.
Membuktikan bahwa Khilafah Islamiyah sama sekali tidak teruji.
HTI
mengklaim bahwa negara yang tidak menganut Khilafah Islamiyah, termasuk
Indonesia dengan demokrasinya, adalah dar al kufr (negeri orang kafir).
Pancasila bagi mereka adalah kedaulatan dar al kufr.
Maka, menurut
klaim HTI, kita (bangsa Indonesia) saat ini sedang shalat di negerinya
orang kafir. Allah... (kejamnya mereka menuduh tanah airku ini kafir).
Pantas
saja, Islam tidak diterima di Eropa. Karena dakwahnya dengan 'golok'.
Berbeda dengan diplomatisme ala Sunan Kalijaga yang begitu lembut,
hingga akhirnya Islam pun diterima di Jawa.
Saya kira, cara mereka
yang begitu frontal dan konservatif itu, hanya akan membunuh kreatifitas
Islam itu sendiri dalam menghias agama rahmatan lil 'alamin ini.
Produktifitas
intelektual Muslim dalam menelurkan kajian-kajian Islam akan mati
karena tingkah mereka yang tidak menerima diplomasi dan demokrasi itu.
Islam pun perlahan akan semakin jumud dan eksistensinya akan meredup
secara gradual.
Ala hadzal hal, bagaimana tanggapan Anda mengenai
ambisi buta HTI ini? Haruskah didukung atau justru dibubarkan saja?
Wallahu a'lam.[]
*)sumber http://www.facebook.com/notes/kapten-gialloross
Mantan Redaktur Majalah MISYKAT Lirboyo.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar