Kabupaten Majalengka terdiri atas 26 kecamatan, yang dibagi lagi atas sejumlah desa dan kelurahan. Pusat pemerintahan di Kecamatan Majalengka. Kantor Bupati terletak di Pendopo, selatan dari Alun-alun Majalengka berdekatan dengan Masjid Agung Al Imam.
sejarah
Pada zaman kerajaan Hindu sampai dengan abad XV di wilayah Kabupaten Majalengka terbagi menjadi 3 kerajaan : (1) Kerajaan Talaga dipegang oleh Sunan Corenda atau lebih dikenal dengan sebutan Sunan Parung (2) Kerajaan Rajagaluh dipegang oleh Prabu Cakraningrat (3) Kerajaan Sindangkasih, rajanya adalah seorang puteri bernama Nyi Rambutkasih. Terdapat banyak cerita rakyat tentang ke-3 kerajaan tersebut yang sampai dengan saat ini masih hidup di kalangan masyarakat Majalengka. Selain cerita rakyat yang masih diyakini juga terdapat situs, makam-makam dan benda-benda purbakala, yang kesemuanya itu selain menjadi kekayaan daerah juga dapat digunakan sebagai sumber sejarah.
Kerajaan Sindangkasih rajanya seorang putri yang memiliki paras nan cantik dan molek bemama Nyi Rambutkasih adalah seorang yang beragama Hindu fanatic .Kerajaan ini terletak secara geografis berada di Majalengka . Nama Sindangkasih diambil dari Mandala Sindangkasih yang semula tempat merupakan tempat kedudukan Ki Gedeng Sindangkasih yang dijabat oleh puteranya yang bernama Ki Ageng Surawijaya . Semula nama tempat ini terdapat di wilayah Cirebon yang kemudian dibawa oleh penguasa ;yang dise.but Ki Gedeng Sindangkasih yang lama berkedudukan di Sumedang Larang yaitu Majalengka sekarang (menurut De Pacto Gelu dan Talaga) .Nyi Gedeng Sindangkasih atau disebut juga Nyi Ambetkasih dan lebih dikenal lagi adalah Nyi Rambutkasih adalah seorang ratu yang cantik molek, memiliki kemampuan dan keterampilan yang tinggi, dikagumi serta sangat dihormati oleh rakyatnya adalah istri Prabu Siliwangi. la adalah orang yang dipercaya oleh Prabu Siliwangi untuk memimpin rombongan yang bermaksud pindah ke Pakuwan Pajajaran (Bogor sekarang), kemudian ia menjadi penguasa di Sindangkasih sebagai ibukota Sumedang Larang.
Penguasa di Sindangkasih sebagaimana disebutkan di atas adalah Nyi Rambutkasih. Sejak sekian lama Nyi Rambutkasih mencium akan datangnya Pangeran Muhamad disertai ayahnya Pangeran Panjunan di Sindangkasih dalam rangka mengadakan kegiatan penyebarluasan ajaran agama Islam dan kegiatan ini disambut baik oleh, masyarakat setempat.
Di Padepokan Sindangkasih, Rambutkasih tengah mengadakan pertemuan dengan semua perwira tinggi kerajaan sehubungan dengan adanya kegiatan yang dilakukan oleh Pangeran Muhamad. Ketika rapat khusus itu sedang berlangsung datanglah Pangeran Muhamad bersama rombongan dengan maksud ingin ketemu dengan Nyi Rambutkasih selaku ratu di Kerajaan Sindangkasih. Dengan ucapan Alhamdulillahirrobiralamin, yang maksudnya Pangeran Muhamad merasa bersyukur serta bahagia dapat bertemu dengan seorang putri cantrk dan sebagai penguasa di Sumedang Larang, tetapi dengan tidak diduga dalam sekejap Nyi Rambutkasih menghilang.
Bersamaan dengan itu terlontarlah ucapan Pangeran Muhamad : “Madya Langka” yang artinya putri cantik telah hilang (tidak ada), sehingga dari kata-kata itu kemudian orang menyebutnya Majalengka. Sejak itulah kemudian Pangeran Muhamad yang didampingi ayahnya Pangeran Panjunan memerintah di Sumedang Larang/Sindangkasih, selanjutnya pada tanggal 10 Muharam 910 H yang bertepatan dengan tanggal 7 Juni 1490 M, sesuai dengan perintah Sunan Gunung Jati yang berkedudukan di Cirebon menetapkan Pangeran Muhamad.
Pada masa tuanya Pangeran Muhamad menetap di lereng gunung yang berada di sebelah selatan Majalengka sampai akhir hayatnya gunung tersebut kini dikenal dengan sebutan Gunung Margatapa. Adapun Siti Armilah istri Pangeran Muhamad dimakamkan di belakang pendopo (kantor Pemda) Kabupaten Majalengka, yang dikenal dengan sebutan Nyi Gedeng Badori.
Morfologi
Keadaan morfologi dan fisiografi wilayah Kabupaten Majalengka sangat bervariasi dan dipengaruhi oleh perbedaan ketinggian suatu daerah dengan daerah lainnya, dengan distribusi sebagai berikut :Morfologi dataran rendah yang meliputi Kecamatan Kadipaten, Panyingkiran, Dawuan, Kasokandel, Jatiwangi, Sumberjaya, Ligung, Jatitujuh, Kertajati, Cigasong, Majalengka, Leuwimunding dan Palasah. Kemiringan tanah di daerah ini antara 5%-8% dengan ketinggian antara 20-100 m di atas permukaan laut (dpl), kecuali di Kecamatan Majalengka tersebar beberapa perbukitan rendah dengan kemiringan antara 15%-25%. Morfologi berbukit dan bergelombang meliputi Kecamatan Rajagaluh dan Sukahaji sebelah Selatan, Kecamatan Maja, sebagian Kecamatan Majalengka. Kemiringan tanah di daerah ini berkisar antara 15-40%, dengan ketinggian 300-700 m dpl. Morfologi perbukitan terjal meliputi daerah sekitar Gunung Ciremai, sebagian kecil Kecamatan Rajagaluh, Argapura, Sindang, Talaga, sebagian Kecamatan Sindangwangi, Cingambul, Banjaran, Bantarujeg, Malausma dan Lemahsugih dan Kecamatan Cikijing bagian Utara. Kemiringan di daerah ini berkisar 25%-40% dengan ketinggian antara 400-2000 m di atas permukaan laut.
Geologi
Menurut keadaan geologi yang meliputi sebaran dan struktur batuan, terdapat beberapa batuan dan formasi batuan yaitu Aluvium seluas 17.162 Ha (14,25%), Pleistocene Sedimentary Facies seluas 13.716 Ha (13,39%), Miocene Sedimentary Facies seluas 23,48 Ha (19,50%), Undiferentionet Vulcanic Product seluas 51.650 Ha (42,89%), Pliocene Sedimentary Facies, seluas 3.870 Ha (3,22%), Liparite Dacite seluas 179 Ha (0,15%), Eosene seluas 78 Ha (0,006%), Old Quartenary Volkanik Product seluas 10.283 Ha (8,54%). Jenis-jenis tanah di Kabupaten Majalengka ada beberapa macam, secara umum jenis tanah terdiri atas Latosol, Podsolik, Grumosol, Aluvial, Regosol, Mediteran, dan asosianya. Jenis-jenis tanah tersebut memegang peranan penting dalam menentukan tingkat kesuburan tanah dalam menunjang keberhasilan sektor pertanian.Topografi
Bagian utara wilayah kabupaten ini adalah dataran rendah, sedang di bagian selatan berupa pegunungan. Gunung Ciremai (3.076 m) berada di bagian timur, yakni di perbatasan dengan Kabupaten Kuningan. Gunung ini adalah gunung tertinggi di Provinsi Jawa Barat, dan merupakan taman nasional, dengan nama Taman Nasional Gunung CiremaiKesenian Daerah
Sebagai wilayah yang dilalui oleh dua kebudayaan besar yaitu Sunda & Jawa maka Kabupaten Majalengka memiliki keragaman seni budaya yaitu Sampyong, Wayang Golek, Gaok, Jaipong, Sintren, Tarling, Tari topeng dll.Objek Wisata
- Kawasan Wisata Prabu Siliwangi
- Curug Muara Jaya
- Curug Sawer
- Situ Sangiang
- Talaga Herang
- Curug Cipeuteuy
- Taman Buana Marga
- Perkebunan Teh Cipasung
- Cadas Ngampar Sinapeul
- Cadas Gantung Sinapeul
- Sadarehe
- Gunung Buntung
- Gunung Malang Loji Awi
- Gunung Pakuwon
Dalam cerita yang
berkembang di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan
Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Saat itu
Kota Majalengka belum bernama Majalengka. Kota Majalengka berupa sebuah
kerajaan Hindu yang dipimpin oleh seorang ratu yang sangat fanatik
bernama Nyi Rambutkasih, ada pula yang menyebutnya Nyi Ambet Kasih
Dahulu, wilayah Majalengka bernama Sindangkasih. Saat ini kata
Sindangkasih digunakan sebagai nama sebuah desa di Kota Majalengka. Nyi
Rambutkasih adalah sosok seorang ratu yang cantik, sakti, dan bijaksana.
Nyi Rambutkasih mampu membuat Sindangkasih menjadi daerah yang aman,
tenteram, makmur dan sentosa.
Sindangkasih merupakan daerah yang subur. Berbagai tanaman melimpah ruah
di daerah ini. Daerah ini dipenuhi hutan yang membentang ke arah utara
dan selatan. Dalam hutan itu pohon berbatang lurus dan tinggi dengan
bentuk daun kecil-kecil, mendominasi di hutan itu. Pohon itu dinamakan
pohon maja. Pohon yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan sakit demam.
Suatu hari, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang telah
memerintah Cirebon, menitahkan kepada anaknya yang bernama Pangeran
Muhammad untuk mendapatkan pohon maja. Ia memberi tugas kepada anaknya
karena saat itu warganya sedang terserang penyakit demam.
Disebabkan pohon maja memiliki khasiat menyembuhkan demam, maka Pangeran
Muhammad pergi bersama istrinya yang bernama Siti Armilah untuk ke
daerah Sindangkasih. Mereka tidak hanya diberi tugas mencari pohon maja,
melainkan memiliki tugas untuk menyebarkan agama Islam di Sindangkasih,
sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin seorang ratu yang fanatik.
Nyi Rambutkasih sebagai seorang ratu yang sakti, mengetahui maksud
kedatangan Pangeran Muhammad. Ia kemudian mengubah rupa hutan di
Sindangkasih menjadi hutan pohon jati, bukan hutan pohon maja.
Melihat pohon maja yang dicarinya sudah tidak ada, Pangeran Muhammad pun
berkata “Maja Langka” yang berarti pohon maja tidak ada. Dari situlah
ihwal penamaan Kota Majalengka sekarang ini.
Pangeran Muhammad yang kecewa kemudian memutuskan tidak akan kembali ke
Cirebon. Ia bertapa di kaki gunung hingga meninggal. Gunung itu kini
bernama Margatapa. Sementara istrinya mendapat amanat dari Pangeran
Muhammad sebelum meninggal untuk tetap mencari pohon maja dan menaklukan
Nyi Rambutkasih yang fanatik agar bersedia memeluk agama Islam.
Nyi Rambutkasih menolak dengan keras ajakan Nyi Siti Armilah, hingga ia
berucap:”Aku seorang Ratu pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan
baik, sebaliknya aku adalah Ratu yang tak pernah ragu-ragu untuk
menghukum rakyatnya yang bertindak curang dan buruk. Dan karena itu aku
tak akan mati dan tidak mau mati.
Kemudian Nyi Siti Armilah menimpali dengan perkataan,”Jika demikian
halnya, makhluk apakah gerangan namanya yang tidak akan mati dan tidak
mau mati?”
Seiring dengan perkataan Nyi Siti Armilah itu. Nyi Rambutkasih pun
lenyap (dalam Bahasa Sunda ngahiang) tanpa meninggalkan bekas kuburnya.
Meskipun demikian, beberapa petilasan Nyi Rambutkasih masih dianggap
angker, diantaranya Sumur Sindangkasih, Sumur Sundajaya, Sumur Ciasih,
dan batu-batu bekas bertapa Nyi Rambutkasih.
Setelah peristiwa itu, Nyi Siti Armilah menetap di Kerajaan Sindangkasih
dan menyebarkan agama Islam. Ia dimakamkan di samping kali Citangkurak.
Di kali Citangkurak tumbuh pohon Badori. Sebelum meninggal, Nyi Siti
Armilah beramanat bahwa di dekat kuburannya kelak akan menjadi tempat
tinggal penguasa yang mengatur pemerintahan di daerah maja yang langka.
Letak makam Nyi Siti Armilah terletak di belakang gedung Kabupaten
Majalengka. Masyarakat Kota Majalengka menamakannya Embah Gedeng Badori
dan kerap dikunjungi untuk ziarah.
Masyarakat Kota Majalengka sebagian besar masih mempercayai adanya roh
Nyi Rambutkasih yang menjaga atau menguasai Kota Majalengka. Selama
rakyat kota Majalengka masih berkelakuan jujur dan baik, maka kehidupan
di Kota Majalengka akan tetap tenteram, aman, subur, makmur, dan
sentosa.
Dalam cerita yang
berkembang di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan
Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Saat itu
Kota Majalengka belum bernama Majalengka. Kota Majalengka berupa sebuah
kerajaan Hindu yang dipimpin oleh seorang ratu yang sangat fanatik
bernama Nyi Rambutkasih, ada pula yang menyebutnya Nyi Ambet Kasih
Dahulu, wilayah Majalengka bernama Sindangkasih. Saat ini kata
Sindangkasih digunakan sebagai nama sebuah desa di Kota Majalengka. Nyi
Rambutkasih adalah sosok seorang ratu yang cantik, sakti, dan bijaksana.
Nyi Rambutkasih mampu membuat Sindangkasih menjadi daerah yang aman,
tenteram, makmur dan sentosa.
Sindangkasih merupakan daerah yang subur. Berbagai tanaman melimpah ruah
di daerah ini. Daerah ini dipenuhi hutan yang membentang ke arah utara
dan selatan. Dalam hutan itu pohon berbatang lurus dan tinggi dengan
bentuk daun kecil-kecil, mendominasi di hutan itu. Pohon itu dinamakan
pohon maja. Pohon yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan sakit demam.
Suatu hari, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang telah
memerintah Cirebon, menitahkan kepada anaknya yang bernama Pangeran
Muhammad untuk mendapatkan pohon maja. Ia memberi tugas kepada anaknya
karena saat itu warganya sedang terserang penyakit demam.
Disebabkan pohon maja memiliki khasiat menyembuhkan demam, maka Pangeran
Muhammad pergi bersama istrinya yang bernama Siti Armilah untuk ke
daerah Sindangkasih. Mereka tidak hanya diberi tugas mencari pohon maja,
melainkan memiliki tugas untuk menyebarkan agama Islam di Sindangkasih,
sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin seorang ratu yang fanatik.
Nyi Rambutkasih sebagai seorang ratu yang sakti, mengetahui maksud
kedatangan Pangeran Muhammad. Ia kemudian mengubah rupa hutan di
Sindangkasih menjadi hutan pohon jati, bukan hutan pohon maja.
Melihat pohon maja yang dicarinya sudah tidak ada, Pangeran Muhammad pun
berkata “Maja Langka” yang berarti pohon maja tidak ada. Dari situlah
ihwal penamaan Kota Majalengka sekarang ini.
Pangeran Muhammad yang kecewa kemudian memutuskan tidak akan kembali ke
Cirebon. Ia bertapa di kaki gunung hingga meninggal. Gunung itu kini
bernama Margatapa. Sementara istrinya mendapat amanat dari Pangeran
Muhammad sebelum meninggal untuk tetap mencari pohon maja dan menaklukan
Nyi Rambutkasih yang fanatik agar bersedia memeluk agama Islam.
Nyi Rambutkasih menolak dengan keras ajakan Nyi Siti Armilah, hingga ia
berucap:”Aku seorang Ratu pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan
baik, sebaliknya aku adalah Ratu yang tak pernah ragu-ragu untuk
menghukum rakyatnya yang bertindak curang dan buruk. Dan karena itu aku
tak akan mati dan tidak mau mati.
Kemudian Nyi Siti Armilah menimpali dengan perkataan,”Jika demikian
halnya, makhluk apakah gerangan namanya yang tidak akan mati dan tidak
mau mati?”
Seiring dengan perkataan Nyi Siti Armilah itu. Nyi Rambutkasih pun
lenyap (dalam Bahasa Sunda ngahiang) tanpa meninggalkan bekas kuburnya.
Meskipun demikian, beberapa petilasan Nyi Rambutkasih masih dianggap
angker, diantaranya Sumur Sindangkasih, Sumur Sundajaya, Sumur Ciasih,
dan batu-batu bekas bertapa Nyi Rambutkasih.
Setelah peristiwa itu, Nyi Siti Armilah menetap di Kerajaan Sindangkasih
dan menyebarkan agama Islam. Ia dimakamkan di samping kali Citangkurak.
Di kali Citangkurak tumbuh pohon Badori. Sebelum meninggal, Nyi Siti
Armilah beramanat bahwa di dekat kuburannya kelak akan menjadi tempat
tinggal penguasa yang mengatur pemerintahan di daerah maja yang langka.
Letak makam Nyi Siti Armilah terletak di belakang gedung Kabupaten
Majalengka. Masyarakat Kota Majalengka menamakannya Embah Gedeng Badori
dan kerap dikunjungi untuk ziarah.
Masyarakat Kota Majalengka sebagian besar masih mempercayai adanya roh
Nyi Rambutkasih yang menjaga atau menguasai Kota Majalengka. Selama
rakyat kota Majalengka masih berkelakuan jujur dan baik, maka kehidupan
di Kota Majalengka akan tetap tenteram, aman, subur, makmur, dan
sentosa.
Dalam cerita yang
berkembang di masyarakat Kota Majalengka, dikisahkan bahwa penamaan
Majalengka berasal dari nama sebuah pohon yakni pohon maja. Saat itu
Kota Majalengka belum bernama Majalengka. Kota Majalengka berupa sebuah
kerajaan Hindu yang dipimpin oleh seorang ratu yang sangat fanatik
bernama Nyi Rambutkasih, ada pula yang menyebutnya Nyi Ambet Kasih
Dahulu, wilayah Majalengka bernama Sindangkasih. Saat ini kata
Sindangkasih digunakan sebagai nama sebuah desa di Kota Majalengka. Nyi
Rambutkasih adalah sosok seorang ratu yang cantik, sakti, dan bijaksana.
Nyi Rambutkasih mampu membuat Sindangkasih menjadi daerah yang aman,
tenteram, makmur dan sentosa.
Sindangkasih merupakan daerah yang subur. Berbagai tanaman melimpah ruah
di daerah ini. Daerah ini dipenuhi hutan yang membentang ke arah utara
dan selatan. Dalam hutan itu pohon berbatang lurus dan tinggi dengan
bentuk daun kecil-kecil, mendominasi di hutan itu. Pohon itu dinamakan
pohon maja. Pohon yang memiliki khasiat untuk menyembuhkan sakit demam.
Suatu hari, Sunan Gunung Jati atau Syarif Hidayatullah yang telah
memerintah Cirebon, menitahkan kepada anaknya yang bernama Pangeran
Muhammad untuk mendapatkan pohon maja. Ia memberi tugas kepada anaknya
karena saat itu warganya sedang terserang penyakit demam.
Disebabkan pohon maja memiliki khasiat menyembuhkan demam, maka Pangeran
Muhammad pergi bersama istrinya yang bernama Siti Armilah untuk ke
daerah Sindangkasih. Mereka tidak hanya diberi tugas mencari pohon maja,
melainkan memiliki tugas untuk menyebarkan agama Islam di Sindangkasih,
sebuah kerajaan Hindu yang dipimpin seorang ratu yang fanatik.
Nyi Rambutkasih sebagai seorang ratu yang sakti, mengetahui maksud
kedatangan Pangeran Muhammad. Ia kemudian mengubah rupa hutan di
Sindangkasih menjadi hutan pohon jati, bukan hutan pohon maja.
Melihat pohon maja yang dicarinya sudah tidak ada, Pangeran Muhammad pun
berkata “Maja Langka” yang berarti pohon maja tidak ada. Dari situlah
ihwal penamaan Kota Majalengka sekarang ini.
Pangeran Muhammad yang kecewa kemudian memutuskan tidak akan kembali ke
Cirebon. Ia bertapa di kaki gunung hingga meninggal. Gunung itu kini
bernama Margatapa. Sementara istrinya mendapat amanat dari Pangeran
Muhammad sebelum meninggal untuk tetap mencari pohon maja dan menaklukan
Nyi Rambutkasih yang fanatik agar bersedia memeluk agama Islam.
Nyi Rambutkasih menolak dengan keras ajakan Nyi Siti Armilah, hingga ia
berucap:”Aku seorang Ratu pelindung rakyat yang berkelakuan jujur dan
baik, sebaliknya aku adalah Ratu yang tak pernah ragu-ragu untuk
menghukum rakyatnya yang bertindak curang dan buruk. Dan karena itu aku
tak akan mati dan tidak mau mati.
Kemudian Nyi Siti Armilah menimpali dengan perkataan,”Jika demikian
halnya, makhluk apakah gerangan namanya yang tidak akan mati dan tidak
mau mati?”
Seiring dengan perkataan Nyi Siti Armilah itu. Nyi Rambutkasih pun
lenyap (dalam Bahasa Sunda ngahiang) tanpa meninggalkan bekas kuburnya.
Meskipun demikian, beberapa petilasan Nyi Rambutkasih masih dianggap
angker, diantaranya Sumur Sindangkasih, Sumur Sundajaya, Sumur Ciasih,
dan batu-batu bekas bertapa Nyi Rambutkasih.
Setelah peristiwa itu, Nyi Siti Armilah menetap di Kerajaan Sindangkasih
dan menyebarkan agama Islam. Ia dimakamkan di samping kali Citangkurak.
Di kali Citangkurak tumbuh pohon Badori. Sebelum meninggal, Nyi Siti
Armilah beramanat bahwa di dekat kuburannya kelak akan menjadi tempat
tinggal penguasa yang mengatur pemerintahan di daerah maja yang langka.
Letak makam Nyi Siti Armilah terletak di belakang gedung Kabupaten
Majalengka. Masyarakat Kota Majalengka menamakannya Embah Gedeng Badori
dan kerap dikunjungi untuk ziarah.
Masyarakat Kota Majalengka sebagian besar masih mempercayai adanya roh
Nyi Rambutkasih yang menjaga atau menguasai Kota Majalengka. Selama
rakyat kota Majalengka masih berkelakuan jujur dan baik, maka kehidupan
di Kota Majalengka akan tetap tenteram, aman, subur, makmur, dan
sentosa.
Sumber:wikipedia
Sumber:wikipedia
Tidak ada komentar:
Posting Komentar