Al-Ghazali
Al Ghazali mengajarkan konsep pendidikan yang menyeluruh yang meliputi tujuan pendidikan, kurikulum, metode, serta etika guru dan murid. Ia juga menawarkan bahwa pelajaran yang diajarkan haruslah berdasarkan pada dua kecenderungan, yaitu agama dan tasawuf serta pragmatis.
Menurutnya, guru tidak hanya cerdas dan sempurna akalnya, tapi juga harus memiliki sifat-sifat khusus, seperti rasa kasih sayang, tidak menuntut upah dari jerih payahnya, dan berfungsi sebagai pengarah dan penyuluh yang jujur, menggunakan cara yang simpatik, halus, dan tidak menggunakan kekerasan, cacian, makian, dsb.
Ibnu Sina
Tidak ada orang yang tidak kenal sosok yang satu ini. Ibnu Sina terlahir di Afshana, dekat Bukhara, di kawasan Asia Tengah dengan nama Abu ‘Ali al-Husayn Ibn Abdullah. Menurutnya, tujuan pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang. Potensi itu tidak hanya menuju pada perkembangan fisik, tapi juga intelektual dan budi pekerti. Selain itu, pendidikan juga harus mampu mempersiapkan seseorang agar dapat hidup bermasyarakat.
Dengan pendidikan, seseorang akan dapat melakukan pekerjaan atau keahlian yang sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan, dan potensi yang dimilikinya. Tujuan utama pendidikan oleh Ibnu Sina adalah untuk membentuk Insan Kamil, atau manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh.
Al-Mawardi
Tokoh yang bernama lengkap Abu al-Hasan Ali Ibn Muhammd Ibn Habib al-Basyri ini mengajarkan bahwa etika antara guru dan murid dalam proses belajar mengajar adalah hal yang penting. Seorang guru haruslah memiliki sikap tawadu atau rendah hati dan jauh dari sikap ujub atau besar kepala. Guru juga harus ikhlas dan mencintai tugasnya dengan sepenuh hati.
Al-Mawardi melarang keras orang yang mendidik dengan motif ekonomi. Menurutnya, mengajar dan mendidik adalah aktivitas keilmuan yang tidak bisa dinilai dengan materi. Seorang guru harus ikhlas tapi tetap profesional dalam menjalani profesinya. Seorang guru harus selalu mempersiapkan segala sesuatu yang diperlukan dalam proses belajar mengajar, disiplin waktu, dan menggunakan waktu luangnya untuk menunjang profesionalitasnya.
Al-Qabisi
Selain dikenal sebagai seorang ahli hadits dan fikih, Al-Qabisi juga seorang ahli pendidikan, khususnya pendidikan anak. Menurutnya, mendidik anak-anak berarti mendidik bangsa dan negara. Untuk itu, seorang guru tidak hanya harus ahli dalam menyampaikan materi tapi juga memiliki budi pekerti yang mulia dan yang terpenting harus bisa menjadi teladan bagi murid-muridnya.
Al-Qabisi tidak menyetujui percampuran antara lelaki dan perempuan dalam proses pendidikan, karena menurutnya remaja masih dalam usia pubertas dan belum memiliki ketenangan jiwa. Ia juga khawatir, percampuran tersebut justru akan berujung pada terjadinya kerusakan moral.
Pendidikan yang dilakukan oleh Al-Qabisi berlangsung di kuttab. Ketika seorang anak sudah masuk ke dalam kuttab, maka tidak ada lagi perbedaan derajat di sana. Anak orang kaya ataupun orang miskin menerima pendidikan yang sama, karena menurutnya pendidikan adalah hak setiap orang tanpa terkecuali. Ia juga menganjurkan subsidi silang, yaitu orang-orang yang kaya dan mampu secara material turut membantu anak-anak yang kurang mampu, sehingga pendidikan dapat dienyam oleh siapa pun tanpa batas materi ataupun status
sumber
0 komentar:
Posting Komentar