Pagi itu, Gus Dien sedang duduk santai di teras rumahnya. Sambil menikmati kopi kental di bawah kicauan burung emprit, ia membiak-biak koran sambil sesekali mengisap Jisamsu Reftil di gapitan jemarinya. Berita utama surat kabar hari ini adalah sebuah musibah tanah longsor yang menewaskan 234 jiwa di daerah Surajati.
"Inna lilLahi wa inna ilaihi roji'un," ucap Gus Dien, refleks.
Tak lama kemudian istrinya, Lia, datang membawakan pisang goreng kesukaan suaminya itu. "Ada apa sih Mas? Ko' pagi-pagi gini keliatan gelisah gitu? Semalem ada yang kurang ya dengan servisku?" goda istrinya sambil tersenyum manis. "Ini lho De', Mas lagi baca koran ini, katanya di Surajati ada musibah tanah longsor," kata Gus Dien sambil menunjukkan koran di tangannya.
Lalu Gus Dien pun membiak halaman lainnya. Lia duduk di sampingnya sambil memijit tangan Gus Dien tanpa disuruhnya.
Di kolom selanjutnya, Gus Dien membaca sebuah rubrik yang berisi opini dengan topik seputar musibah tersebut. Terpampang judul Artikel itu "AZAB ALLAH YANG TERDAHSYAT". Sementara di bawah judul tersebut tertulis nama seorang ustadz dari FPI (Forum Pemain Intim).
Sedangkan posting di bawahnya, tertera nama penyair dari Forum Lingkarpena Indonesia (FLI) yang menulis sebuah sajak tentang musibah. Bahwa menurutnya, musibah adalah sebuah ujian/ cobaan dari Tuhan kepada umatNya.
"Hmm, ini sebenernya gimana sih? Kata ustadz dari FPI musibah itu azab (siksa Tuhan), tapi kata yang di bawahnya cobaan. Yang benar yang mana yah?" kata Gus Dien mengomentari apa yang tengah dibacanya.
"Kalo memang ini azab, berarti Tuhan menghukum orang-orang yang telah berbuat dosa. Padahal mestinya Israel lebih pantas untuk mendapat azab itu. Kalo begini, berarti gak adil dong," timpal istrinya, mengomentari. "Hush, gak boleh gitu ah. Itu kan sudah menjadi kuasa Tuhan atas segala perbuatanNya.." jawab Gus Dien. Lia yang cukup kritis dan cerdas itu stick balik "Berarti, menurut Mas, musibah itu azab? Kalo memang azab, berarti karena adanya dosa yang dilakukan oleh mereka yang mendapat azab. Otomatis, orang yang berbuat dosa itu harus ditangkap dan dipenjara, karena akibat perbuatannya, banyak anak tak berdosa yang meninggal. Iya kan Mas?" kata istrinya, logis sekali.
Sejenak Gus Dien terdiam, lalu "Hmm, berarti yang benar itu kata penyair dari FLI. Bahwa musibah itu cobaan. Tapi kalo cobaan, masa sih cobaan menimpa orang begitu banyak." kata Gus Dien sambil mengisap dalam-dalam Jisamsunya. Istrinya yang cerdas itu menyambungkan, "Ya iyalah. Namanya cobaan itu ya sama dengan ujian. Gambarannya gini loh Mas, orang ndaftar kuliah di UGM (Universitas Gunung Montok), terus tidak lulus, itu namanya ujian. Atau orang mau naik kelas, dikasih soal yang banyak, itu ujian juga. Tapi kalo 234 orang meninggal, apa itu juga namanya ujian?" sambung Lia, sambil menyuapi sarapan pisang goreng ke suaminya. Gus Dien pun menambahkan, "Lagi pula, Allah juga berfirman; bahwa Dia tidak akan memberi cobaan yang melebihi batas kemampuan hambaNya," kata Gus Dien sambil mengunyah pisang goreng ala istrinya itu.
Keduanya terdiam sejenak, lalu istrinya berkata, "Berarti yang benar ya kamu Mas. Sesuai firman Tuhan, bahwa kalo kena musibah kita mengucap Innalillahi wa inna ilaihi roji'un. Maksudnya gak usah menyalahkan Allah kenapa menghukum hambaNya di luar kemampuan atau menyalahkan korban yang berbuat dosa. Tapi kita sadari saja bahwa semua itu milik Tuhan dan akan kembali padaNya," kata Lia, simpel. "Hmmmh, kamu memang istri yang cerdas. Mas jadi makin cinta sama kamu. Yuk kita ke kamar aja. Mas jadi pengen lagi nih.." ajak Gus Dien, sambil mencubit pipi istrinya yang merah merona itu.
Selanjutnya... SENSOR..!
Krasak, 27 Juni 2010 M.
kapten gialorossi
0 komentar:
Posting Komentar