Kehadiran Al Biruni sebagai ilmuwan dari Abad Pertengahan dicatat dengan
tinta emas dalam khazanah sejarah Islam. Sosok dan peran ilmuwan
bernama lengkap Abu ar Raihani Muhammad ibnu Ahmad al Biruni ini sangat
spektakuler. Ia mampu memadukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan
humaniora secara komprehensif dan integral.
Tak heran banyak pengamat menganggap Al Biruni benar-benar seorang
jenius. Ia menghasilkan buah pikiran orisinal yang menjadi dasar-dasar
pengembangan iptek dan humaniora di masa depan.
Hidup antara tahun 973 – 1048, Al Biruni meninggalkan tanah kelahiran
Khawarizmi (sekarang wilayah Turkmenistan) untuk mengembara ke Gazna
(Afghanistan) dan India (waktu itu di bawah kekuasaan Dinasti Gaznawi).
Hasil pengembaraannya dituangkan dalam buku “Kitabul Hind” (1017), yang
berisi uraian tentang agama Hindu, sains dan adat istiadat India di Abad
Pertengahan.
Para ilmuwan sezaman menunjukkan kekaguman terhadap buku itu mengingat
Al Biruni lebih dikenal sebagai astronom dari pada sejarawan, sosiolog
atau antropolog. Melalui buku tersebut, Al Biruni membuktikan dirinya
sebagai ilmuwan spesialis namun berpengetahuan amat holistik. “Kitabul
Hind” memuat hal-hal yang bertalian dengan geografi, proyeksi cahaya,
azimut bintang, perubahan ekologi lembah Sungai Indus, makhluk angkasa
luar di bumi dan langit timur, anak kembar siam, dan juga teknik
permainan catur yang digemari raja-raja India.
Sejarah Zaman Purba
Sebelum menulis “Kitabul Hind”, Al Biruni telah menulis buku khusus
tentang sejarah bangsa-bangsa zaman purba berjudul “Al Ardhul Baqiyah
anil Qurnil Khaliyah”. Bukunya telah diterjemahkan ke dalam Bahasa
Inggris sejak Abad XIX menjadi “Chronology of Ancient Nations” (cetakan
terbaru tahun 1993).
Ia juga menulis buku astronomi yang dipersembahkan bagi Sultan Mas’ud al
Gaznawi berjudul “Al Qanunul Mas’udi fil Hai’ah wan Nujum” (1030),
berisi laporan tentang seluk-beluk ilmu perbintangan. Buku lainnya
disusun dalam bentuk tanya-jawab mengenai ilmu ukur, matematika,
astronomi dan struktur ruang angkasa berjudul “At Tafhim fi Awa’il
Sina’atit Tanjim”.
Pendapat Al Biruni dalam buku tersebut benar-benar baru dan orisinal
menurut ukuran zamannya sebab telah berhasil menyelesaikan
masalah-masalah yang masih diperdebatkan para ilmuwan, terutama mengenai
perputaran bumi (rotasi), penetapan garis lintang (latitude), garis
bujur (longitude) serta hipotesa-hipotesa tentang alam semesta yang
bersifat relatif. Besar kemungkinan teori relativitas Einstein diilhami
hipotesa-hipotesa Al Biruni.
Ahli Batu Perhiasan
Sebagai ilmuwan yang menguasai geologi, Al Biruni menulis berjilid-jilid
buku tentang batu-batuan dan logam mulia. Ia menganalisis delapan belas
jenis permata dari sudut pandang ekonomi, keindahan (estetika) dan
moral (etika), dalam buku berjudul “Kitabul Jamahir Ma’rifatul Jawahir”.
Menurut Syed Habibul Haq Nadvi, penulis buku “The Dynamics of Islam”
(1982), dengan bukunya itu Al Biruni menampakkan tiga dimensi
kepribadiannya. Baik sebagai guru etika dan filsafat moral, sebagai ahli
mineralogi dan batu mulia, serta sebagai penilai batu mulia yang mampu
menghubungkan aspek manfaat, nilai ekonomi, dan peranan mata uang yang
tak terpisahkan dari peran batu mulia.
Hasil karya Al Biruni mencapai 180 judul, meliputi aneka masalah iptek
dan humaniora. Tapi hanya sebagian yang tercatat dan terkumpulkan dalam
bentuk manuskrip asli. Selain buku-buku yang sudah disebut di atas, ada
pula buku-buku berjudul “Kitabusy Syahdalah (tentang farmakologi,
pengobatan), “Tahdid Nihayatul Amakin” (Penentuan Koordinat Kota-Kota),
“Kitabul Kusuf wal Khusuf ala Khayalul Hunud” (Pandangan orang India
tentang gerhana matahari dan bulan), “Maqalid Ilmul Hay’ah” (Kunci Ilmu
Astronomi), dan sebagainya.
Karena berkiprah di Afghanistan, India, China, dan sekitarnya, Al Biruni
dianggap sebagai Pembangun Ilmu Mazhab Timur yang menjadi mata rantai
tak terpisahkan dari Ilmu Mahzab Barat yang berpusat di Baghdad. Menurut
Syed Habibul Haq Nadvi, konsep utama filsafat moral Al Biruni
terkandung dalam teorinya tentang al Muruwwa (kebajikan) dan al Futtuwwa
(keutamaan). Keduanya saling terkait. Kedua unsur penting ini terpancar
dari anugerah Allah SWT kepada manusia lewat peran mineral emas dan
perak.
Kedua mineral berharga itu diciptakan Allah SWT untuk melengkapi dan
memudahkan kehidupan ekonomi dan sosial manusia. Seseorang yang menumpuk
dan menimbun emas perak sama dengan mengorbankan kepentingan banyak
orang. Emas dan perak harus digunakan untuk kesejahteraan manusia dan
negara.
Sumbangan besar Al Biruni bagi iptek dan humaniora tidak diragukan lagi.
Nama dan karyanya terus berkibar sepanjang zaman. Dipelajari dan
dikembangkan menjadi dasar-dasar ilmu-ilmu baru yang mungkin sudah tidak
lagi menonjolkan nama Al Biruni sebagai pemilik asal.
Sumber:http://www.sidoharjo
Sumber:http://www.sidoharjo
0 komentar:
Posting Komentar