ads

Penemu jam pada masa peradaban islam



”Demi masa. Sesungguhnya manusia itu benar-benar berada dalam kerugi
an. Kecuali orang-orang yang beriman dan mengerjakan amal saleh dan nasihat-menasihati supaya menaati kebenaran dan nasihat-menasihati supaya menetapi kesabaran.” (QS Al-’Ashr: 1-3).Islam adalah agama yang mengajarkan pentingnya menghormati dan menggunakan waktu secara optimal. Sebuah syair Arab bahkan mengibaratkan waktu seperti pedang. ”Al-Waqt ka al-saif. Fa in lam taqtha’haa qath’aka.”–Waktu laksana pedang. Jika kamu tidak memanfaatkannya, ia akan menebasmu.


Ajaran pentingnya memanfaatkan waktu telah melecut para sarjana Muslim untuk menciptakan alat pengukur waktu, yakni jam. Selain didesak tuntutan hidup, pembuatan jam di dunia Islam juga didorong kebutuhan keagamaan. Dengan menguasai teknologi pembuatan jam, umat Islam bisa mengetahui secara pasti waktu shalat.


Apalagi, Rasulullah SAW mengajarkan umatnya agar menunaikan shalat tepat pada waktunya. Sebelum jam diciptakan, peradaban manusia menggunakan matahari sebagai patokan waktu. Jika matahari tepat di atas kepala, menunjukkan waktu sudah tengah hari atau sore. Ketika matahari dekat dengan kaki langit, berarti waktu sudah mendekati pagi atau malam.


Sejarah mencatat peradaban manusia telah mengenal jam air sejak 200 SM. Meski begitu, jam air paling mutakhir pertama kali ditemukan di zaman kejayaan Islam. ”Kita tak perlu menekankan asal-usul jam air di dunia Islam. Dari sisi jangkauan dan daya cipta, jam al-Jazari (1136-1206 M) jauh melampaui pencapaian peradaban pra-Islam,” tutur Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya Islamic Technology: An Illustrated History.
Di dunia Islam, al-Jazari memang bukan satu-satunya ilmuwan yang menciptakan jam. Pada puncak kejayaannya, utusan Khalifah Harun al-Rasyid–penguasa Dinasti Abbasiyah–pernah menghadiahkan sebuah jam air kepada Charles yang Agung (Charlemagne), raja bangsa Frank. Menurut al-Hassan dan Hill, jam seperti itu juga pernah dibangun seorang insinyur Muslim bernama Ibnu al-Haystam (wafat 1039 M).

Deskripsi paling awal mengenai jam air dalam bahasa Arab, papar al-Hassan dan Hill, terdapat dalam risalah mesin karya al-Muradi yang bekerja di Spanyol Muslim pada abad ke-11 M. Selain itu, pada abad yang sama, al-Zarqali juga telah membangun dua jam air besar di tepi Sungai Tagus di Toledo. Meski begitu, penciptaan jam air yang paling monumental dilakukan al-Jazari.

Berkat kemampuan mekaniknya, al-Jazari tercatat mampu merakit beberapa jenis jam air. “Salah satunya, sebuah jam dengan tenaga air yang tingginya satu meter dan lebarnya satu setengah meter. Jam itu berhasil direkonstruksi di Museum Ilmu Pengetahuan tahun 1976,” ungkap Donald Routledge Hill dalam karyanya A History of Engineering in Classical and Medieval Times.

Al-Jazari juga mampu membuat jam air berbentuk gajah. Bahkan, jam buatan al-Jazari sudah mampu menghasilkan suara. Dalam manuskrip al-Jazari, jam itu merupakan jam terawal yang menggunakan flow regulator, sebuah sistem tutup-lubang dan sebuah otomaton seperti sebuah jam burung.

“Jam ini merupakan jam pertama dengan reaksi otomatis dalam interval waktu. Jam ini menggunakan sebuah robot manusia (humanoid) yang membentur gembreng dan sebuah robot burung mekanik secara otomatis bersiul. Jam air ini juga dikenal sebagai jam pertama yang bisa merekam waktu secara akurat untuk menyesuaikan lamanya hari yang tidak sama sepanjang tahun,” imbuh al-Hassan dan Hill.
Rancangan jam air buatan al-Jazari juga diakui sangat bagus. ”Jam al-Jazari penuh dengan ide-ide dan teknik-teknik yang penting bagi sejarah perancangan mesin,” kata al-Hassan dan Hill.
Menurut catatan sejarah, sundial atau jam matahari merupakan jam tertua dalam peradaban manusia. Jam ini telah dikenal sejak tahun 3500 SM. Pembuatan jam matahari di dunia Islam dilakukan Ibnu al-Shatir, seorang ahli Astronomi Muslim ( 1304-1375 M). “Ibnu al-Shatir merakit jam matahari yang bagus sekali untuk menara Masjid Umayyah di Damaskus,” ujar David A King dalam karyanya bertajuk The Astronomy of the Mamluks.

Berkat penemuannya itu, ia kemudian dikenal sebagai muwaqqit (pengatur waktu ibadah). Jam yang dibuat Ibnu al-Shatir itu masih tergolong jam matahari kuno yang didasarkan pada garis jam lurus. Ibnu al-Shatir membagi waktu dalam sehari dengan 12 jam, pada musim dingin waktu pendek, sedangkan pada musim panas waktu lebih panjang. Jam mataharinya itu merupakan polar-axis sundial paling tua yang masih tetap eksis hingga kini.

Jam Mekanikal dari Dunia Islam
Jam dengan alat berat pertama kali diciptakan Ibnu Khalaf al-Muradi dari Islam Spanyol. Ahmad Y al-Hassan dan Donald R Hill dalam bukunya Islamic Technology: An Illustrated History mengungkapkan, ilmuwan Muslim yang menciptakan jam mekanik lainnya adalah Taqi al-Din. Jam mekanik ciptaannya itu dituliskan dalam The Brightest Stars for the Construction of Mecahnical Clocks.

Jam astronomi

David A King dalam bukunya bertajuk The Astronomy of the Mamluks menjelaskan bahwa Ibnu al-Shatir menemukan jam astrolabe pertama di awal abad ke-14 M. Al-Jazari pun menciptakan jam astronomi. Jam astronomi terbesar yang dibuat al-Jazari disebut castle clock, yang dianggap menjadi analog komputer terprogram pertama.
Howard R Turner dalam karyanya bertajuk Science in Medieval Islam: An Illustrated Introduction menjelaskan bahwa jam itu merupakan sebuah alat yang lengkap dengan ketinggian 11 kaki dan memiliki fungsi ganda di samping sebagai alat pengatur waktu. Alat ini bisa digunakan untuk menunjukkan zodiak (ramalan bintang) serta orbit matahari dan bulan.
Sarjana Muslim lainnya yang menciptakan jam astronomi adalah Abu Raihan al-Biruni pada abad ke-11 M, yakni jam mekanik komputer kalender lunisolar. Jam itu berupa sebuah kereta dan rodanya. Selanjutnya, muncul jam mekanik astronomi yang hampir sejenis dengan karya Abu Raihan al-Biruni.
“Jam itu dibuat Abu Bakar dari Isfahan pada 1235 M,” tutur Silvio A Bedini dalam bukunya Mechanical Universe: The Astrarium of Giovanni de’ Dondi”, Transactions of the American Philosophical Society. n desi susilawaty/hri.

Dalam bukunya itu, Taqi al-Din menguraikan konstruksi jam yang dikendalikan pemberat dengan mekanisme gerak berupa verge an foliot, suatu rangkaian gir yang berdetak, sebuah alarm, dan pemodelan fase-fase bulan. ”Dia juga menjabarkan tentang pembuatan jam yang dijalankan pegas dengan penggerak silinder-konis,” tutur al-Hassan.

Jam dengan menggunakan alat berat serupa kemudian muncul dalam sebuah karya bahasa Spanyol yang disusun dari sumber-sumber berbahasa Arab. Al-Jazari juga menemukan jam air dengan pengatur air dan beban. Ini meliputi jam dengan roda gigi dan sebuah jam tenaga air yang praktis, dengan tinggi satu meter dan lebar satu setengah meter.

Masyarakat Eropa baru mengenal jam yang dikendalikan pemberat pada 1300 M. Sedangkan jam yang dikendalikan pegas baru dikuasai peradaban Barat tahun 1430 M. Masyarakat Inggris mulai membuat arloji pada 1580 M. Sedangkan orang Jerman sudah menciptakan arloji tahun 1525 M.
Meski begitu, menurut al-Hassan dan Hill, dibandingkan orang Eropa, Taqi al-Din lebih awal menguasai seni horologi (seni pembuatan jam). Sayangnya, penguasaan teknologi jam itu tak dibarengi dengan munculnya industri arloji di Turki. Justru negara-negara Eropalah yang memasok jam-jam murah bagi Turki. Umat Islam tak mampu menjadikan temuannya menjadi sebuah industri. hri/she


Insinyur Muslim Pencipta Jam
Al-Jazari
Ilmuwan yang bergelar pemimpin para insinyur Muslim itu telah berjasa membuat jam air. Sejatinya, ia bernama Abu al-’Iz Ibn Isma’il ibn al-Razaz al-Jazari (1136-1206). Ia biasa dipanggil al-Jazari. Dunia mengenalnya sebagai salah seorang sarjana, penemu, insinyur mekanik, pemahat, seniman, dan seorang astronom. Karyanya yang paling terkenal Kitab fí ma’rifat al-hiyal al-handasiyya (Book of Knowledge of Ingenious Mechanical Devices) tahun 1206 M. Dalam kitab itu, al-Jazari menjelaskan sekitar 50 alat mekanik ciptaannya.
Ibnu al-Shatir
Sejatinya, dia bernama Ala al-Din Abu’l-Hasan Ali Ibn Ibrahim Ibnu al-Shatir (1304-1375). Al-Shatir begitu ia biasa disebut. Al-Shatir merupakan astronom Muslim yang juga seorang ahli matematika. Karyanya yang paling terkenal dalam astronomi adalah Kitab Nihayat al-Sul Fi Tashih al-Usul.Dalam buku itu, ia merombak habis Teori Geosentris yang dicetuskan Ptolemeus. Secara matematis, al-Shatir memperkenalkan adanya epicycle yang rumit (sistem lingkaran dalam lingkaran). Al-Shatir mencoba menjelaskan bagaimana gerak merkurius jika bumi menjadi pusat alam semestanya dan merkurius bergerak mengitari bumi.
Ahli astronomi Islam di era kekhalifahan juga telah berhasil menciptakan jam dengan berpatokan pada astronomi. “Misalnya, jam astrolabe. Sekitar abad ke-10, al-Sufi menjelaskan seribu kegunaan astrolab, termasuk pengatur waktu, terutama untuk waktu-waktu shalat dan Ramadhan,” jelas Dr Emily Winterburn dalam karyanya Using an Astrolabe.



sumber khazana7


Artikel Terkait:

0 komentar: