Sumenep (bahasa Madura: Songènèb) adalah sebuah kabupaten di provinsi Jawa Timur, Indonesia. Kabupaten ini memiliki luas wilayah 2.093,45 km² dan populasi 1.041.915 jiwa. Ibu kotanya ialah Kota Sumenep.
Nama Songènèb sendiri dalam arti etimologinya merupakan Bahasa Kawi / Jawa Kuno yang jika diterjemaahkan mempunyai makna sebagai berikut :
- Kata “Sung” mempunyai arti sebuah relung/cekungan/lembah, dan
- kata “ènèb” yang berarti endapan yang tenang,
Penyebutan Kata Songènèb sendiri sebenarnya sudah popular semenjak Kerajaan Singhasari sudah berkuasa atas Jawa, Madura dan Sekitarnya, seperti yang telah disebutkan dalam kitab Pararaton tentang penyebutan daerah "Sumenep" pada saat sang Prabu Kertanegara mendinohaken (menyingkirkan) Arya Wiraraja (penasehat kerajaan dalam bidang politik dan pemerintahan) ke Wilayah Sumenep, Madura Timur tahun 1926 M
'“Hanata Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya Wiraraja, Arupa tan kandel denira, dinohaksen, kinun adipati ring Sungeneb, anger ing Madura wetan”.'
Yang artinya:
“Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat tinggal di Madura timur.”
Sejarah
Era Pra Kolonial
Menurut Sumber-Sumber dari Cina, semenjak Pemerintahan Raja Airlangga, daerah Negara Madura dibagi menjadi dua daerah bagian, yaitu Madura Barat dan Madura Timur. Madura Barat, dikuasai oleh Kerajaan Widarba dengan Rajanya yaitu Bala Dewa, yang merupakan negara mertua Khrisna, sedangkan untuk Madura timur dikuasai oleh kerajaan Mandaraka dengan Rajanya Prabu Salya. Kerajaan Mandaraka tersebut terletak di SumenepPada Era Kerajaan Singhasari, daerah Sumenep dipimpin oleh seorang Adipati yang juga menjadi dalang pembangunan Kerajaan Majapahit, yaitu Arya Wiraraja. Dituliskan dalam berbagai kitab dan prasasti, salah satunya dalam kitab pararaton, bahwa Arya Wiraraja tidak dipercaya lagi oleh Raja Wisnuwardhana dan dinohaken (dijauhkan) ke Sumenep, Madura timur tepat pada tanggal 31 Oktober 1269 Masehi.
“Hanata Wongira, babatangira buyuting Nangka, Aran Banyak Wide, Sinungan Pasenggahan Arya Wiraraja, Arupa tan kandel denira, dinohaksen, kinun adipati ring Sungennep, anger ing madura wetan”.
Yang artinya: Adalah seorang hambanya, keturunan orang ketua di Nangka, bernama Banyak Wide, diberi sebutan Arya Wiraraja, rupa-rupanya tidak dipercaya, dijauhkan disuruh menjadi adipati di Sumenep. Bertempat tinggal di Madura sebelah timur.
Era Kolonial
Menurut buku "Tjareta Naghara Songenep", Pemerintahan Kompeni atau VOC datang ke wilayah Sumenep pada kurun pemerintahan Raden Bugan ( Kanjeng Pangeran Ario Yudanegara ) yang memerintah pada tahun 1648-1672, yang merupakan salah seorang sahabat dari Pangeran Trunojoyo. Setelah perjuangan Trunojoyo dapat dipatahkan oleh kompeni, maka Wilayah Pamekasan dan Sumenep kemudian takluk kepada kekuasaan Kompeni. Bahkan sepeninggal Kanjeng Tumenggung Ario Yudonegoro, Kompeni ikut campur menentukan tampuk pemerintahan di Sumenep.Pada tahun 1704 Pangeran Cakraningrat meninggal dan di Mataram terjadi peristiwa penandatanganan perjanjian antara Pangeran Puger dengan Kompeni, bahwa Kompeni mengakui kekuasaan Pangeran Puger yang saat itu sedang berselisih dengan Sunan Mas (Amangkurat III) atas Kesultanan Mataram di Plered. Sebaliknya Pangeran Puger berkewajiban menyerahkan sebagian dari tanah Jawa dan Madura bagian Timur kepada Kompeni. Dengan demikian untuk yang kedua kalinya Sumenep jatuh ke tangan Kompeni,hal tersebut terjadi dalam perjanjian antara Susunuhan Kerajaan Mataram dengan Kompeni pada tanggal pada tanggal 5 Oktober 1705. Adapun pernyataan tersebut ialah:
"Paduka yang Mahamulia Susuhunan dengan ini menyerahkan secara syah kepada Kompeni untuk melindungi daerah-daerah Sumenep dan Pamekasan…. secara yang sama seperti dilakukan oleh Bupati yang terdahulu waktu menyerahkan daerahnya kepada Kompeni….”(Resink, 1984: 252). Pada saat perjanjian tersebut daerah Sumenep berada dibawah masa pemerintahan Panembahan Romo (Cokronegoro II).
Pada masa pemerintahan Kanjeng R. Tumenggung Ario Cokronegoro IV (1744-1749) terjadi pemberontakan yang dipimpin Ke' Lesap dari Bangkalan. Pada saat itu Ke Lesap menggalang kekuatan rakyat yang sudah membenci pemerintahan Kompeni. Ia berjuang dari Timur dengan cara menguasai Keraton Sumenep. Ke Lesap memerintah Sumenep hanya dalam waktu 1 tahun yaitu tahun 1749-1750. Pemerintahan berikutnya dipegang oleh Kanjeng R. Ayu Rasmana Tirtonegoro (1750-1762) keturunan dari Kanjeng Pangeran Ario Yudanegara yang kemudian menikah dengan seorang ulama bernama Bendoro Saud. Beliau kemudian oleh Kompeni dinobatkan sebagai Adipati Sumenep dengan gelarnya Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro.
Raden Asirudin adalah Adipati Sumenep XXXI. Beliau adalah putra Kanjeng Tumenggung Ario Tirtonegoro dan Kanjeng R. Ayu Rasmana Tirtonegoro, atas permintaan kedua orangtuanya, beliau oleh Kompeni dikabulkan dan diangkat menjadi Adipati Sumenep menggantikan ayahnya. Beliau memerintah pada tahun 1762-1811 dengan gelar Pangeran Natakusuma I kemudian berganti menjadi Tumenggung Ario Notokusumo dan kemudian dikenal dengan sebutan Panembahan Somala beliau juga dikenal dengan Sultan Sumenep I. Selain itu beliau juga pendiri Keraton Sumenep, Masjid Jamik Sumenep dan Asta Tinggi. Selanjutnya setelah beliau mangkat, yang menggantikannya adalah putranya yang bernama Kanjeng Pangeran Ario Kusumadiningrat namun setelah beberapa bulan menjadi Adipati kemudian beliau dipindah ke Pasuruan oleh Pemerintah Hindia-Belanda dan sebagai penggantinya adalah Kanjeng R. Tumenggung Abdurraman Tirtadiningrat (saudara Kanjeng Pangeran Ario Kusumadiningrat) kemudian dinaikkan tahtanya menjadi Panembahan Natakusuma II dan selanjutnya dinaikan lagi tahtanya menjadi Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I.
Selama Sumenep jatuh kedalam wilayah pemerintahan VOC sampai pemerintahan Kolonial Belanda, Wilayah Sumenep tidak diperintah secara langsung, dan hal ini tentunya berbeda dengan wilayah lainnya di wilayah Hindia-Belanda, Para Penguasa Sumenep diberi kebebasan dalam memerintah wilayahnya namun tetap dalam ikatan-ikatan kontrak yang telah ditetapkan oleh Kolonial Kala itu. Selanjutnya pada tahun 1883, Pemerintah Hindia Belanda mulai menghapus sistem sebelumnya (keswaprajaan), Kerajaan-kerajaan di Madura termasuk di Sumenep dikelola langsung oleh Nederland Indische Regening.
Pada saat periode pemerintahan Kanjeng Pangeran Ario Pakunataningrat II yang memerintah pada tahun 1879-1901 pemerintahan kolonial mulai membangun berbagai fasilitas-fasilitas di Sumenep seiring dengan di berlakukannya politik etis pada saat itu, maka Pemerintah Hindia - Belanda di Sumenep, membangun beberapa fasilitas, di antaranya :
- Pembangunan DAM/Irigasi di Sungai Kebon Agung
- Pembangunan HIS Soemenep
- Pembangunan fasilitas transportasi (kereta api Madura / ophalbrugh (red:ghaladak rantai) di Kali Marengan
- Pembangunan Pabrik Garam Briket Modern di Kecamatan Kalianget.
Sumenep memiliki semboyan "Sumekar", akronim dari "Sumenep Karaton", karena semenjak dahulu wilayah ini terdapat puluhan Keraton/Istana sebagai pusat pemerintahan sang Adipati. Untuk kepentingan pemasaran pariwisata, Sumenep mempunyai brand image "Sumenep The Heart Purity", julukan tersebut didasarkan pada tingkah pola masyarakatnya yang selalu menjunjung tinggi tata krama serta keramahan kepada setiap tamunya maupun kondisi geografis alamnya yang selalu memberikan keramahan dan kenyamanan bagi setiap wisatawan. Kota Sumenep juga dikenal dengan sebutan Bumi Sumekar, selain itu beberapa pulau di Sumenep juga ada julukannya tersendiri, semisal Kepulauan Kapajang untuk gabungan dari nama Pulau Kangean, Paleat, dan Sepanjang, karena dipulau-pulau inilah taman-taman laut berupa terumbu karang dan kehidupan laut lainnya berkembang layaknya taman nasional Bunaken. Selain itu Pulau Kangean juga lebih dikenal dengan sebutan Pulau Cukir, karena di wilayah inilah fauna khas Sumenep berupa Ayam bekisar banyak dikembangkan. Sekarang hewan unggas ini menjadi maskot Sumenep dan juga Provinsi Jawa Timur.
Luas Wilayah
Luas Wilayah Kabupaten Sumenep adalah 2.093,457573 km², terdiri dari pemukiman seluas 179,324696 km², areal hutan seluas 423,958 km², rumput tanah kosong seluas 14,680877 km² , perkebunan/tegalan/semak belukar/ladang seluas 1.130,190914 km² , kolam/ pertambakan/air payau/danau/waduk/rawa seluas 59,07 km² , dan lain-lainnya seluas 63,413086 km² . Untuk luas lautan Kabupaten Sumenep yang potensial dengan keanekaragaman sumber daya kelautan dan perikanannya seluas + 50.000 km² .Pariwisata
Pariwisata merupakan salah satu potensi unggulan di Kabupaten Sumenep. Ada beberapa jenis potensi wisata, yang dapat dikelompokkan menjadi:Wisata Sejarah, Budaya dan Arsitektur
- Museum Keraton Sumenep merupakan museum yang dikelola oleh pemerintah daerah Sumenep yang didalamnya menyimpan berbagai koleksi benda-benda cagar budaya peninggalan keluarga Karaton Sumenep dan beberapa peninggalan masa kerajaan hindu budha seperti arca Wisnu dan Lingga yang ditemukan di Kecamatan Dungkek. Didalam museum terdapat juga beberapa koleksi pusaka peninggalan Bangsawan Sumenep seperti guci keramik dari Cina dan Kareta My Lord pemberian Kerajaan Inggris kepada Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I atas jasanya yang telah banyak membantu Thomas Stamford Raffles salah seorang Gubenur Inggris dalam penelitian yang dilakukannya di Indonesia.
- Keraton Sumenep merupakan peninggalan pusaka Sumenep yang dibangun oleh Raja/Adipati Sumenep XXXI, Panembahan Sumolo Asirudin Pakunataningrat dan diperluas oleh keturunannya yaitu Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat I. Karaton Sumenep sendiri letaknya tepat berada di depan Museum Karaton Sumenep,
- Masjid Jamik Sumenep merupakan bangunan yang mempunyai arsitektur yang khas, memadukan berbagai kebudayaan menjadi bentuk yang unik dan megah, dibangun oleh Panembahan Somala Asirudin Pakunataningrat yang memerintah pada tahun 1762-1811 M dengan arsitek berkebangsaan tionghoa "law pia ngho"
- Kota Tua Kalianget letaknya di sebelah timur kota Sumenep, disini para pengunjung bisa melihat peninggalan-peninggalan Pabrik garam, Arsitektur Kolonial dan beberapa daerah pertahanan yang dibangun Oleh Pemerintahan Kolonial saat menjajah wilayah Sumenep,
- Rumah Adat Tradisional Madura Tanean Lanjhang , bisa ditemui di beberapa daerah menuju pantai lombang maupun menuju pantai slopeng,
- Benteng VOC Kalimo'ok di Kalianget.
Wisata Religi/Ziarah
- Asta Karang Sabu merupakan kompleks pemakaman keluarga Raja / Adipati Sumenep yang memerintah pada abad 15 yaitu Pangeran Ario kanduruan, Pangeran Lor dan Pangeran Wetan. di daerah karang sabu inilah beliau memimpin pemerintah Sumenep pada saat itu.
- Kompleks pemakaman Asta Tinggi Sumenep merupakan kompleks pemakaman Raja-Raja Sumenep yang dibangun pada tahun 1644 M. terletak di daerah dataran Tinggi Kebon Agung Sumenep.
- Asta Yusuf merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Pulau Talango, makam tersebut ditemukan oleh Sri Sultan Abdurrahman Pakunataningrat ketika betolak menuju Bali pada tahun 1212 hijriah (1791),
- Asta Katandur merupakan salah satu makam penyebar agama islam di Sumenep, Pangeran Katandur yang juga salah satu tokoh yang ahli dalam bidang pertanian dan menurut berbagai sumber, Pangeran Katandur juga merupakan pencipta tradisi kerapan sapi,
- Makam Pangeran Panembahan Joharsari yang merupakan salah satu Adipati Sumenep V yang pertama kali memeluk Agama islam di Bluto,
Wisata Alam
- Pantai Lombang adalah pantai dengan hamparan pasir putih dan gugusan tanaman cemara udang yang tumbuh di areal tepi dan sekitar pantai. Suasananya sangat teduh dan indah sekali. Pantai Lombang adalah satu-satunya pantai di Indonesia yang ditumbuhi pohon cemara udang,
- Pantai Slopeng adalah pantai dengan hamparan gunung pasir putih yang mengelilingi sisi pantai sepanjang hampir 6 km. Kawasan pantai ini sangat cocok untuk mancing ria karena areal lautnya kaya akan beragam jenis ikan, termasuk jenis ikan tongkol,
- Pantai Ponjug di Pulau Talango,
- Pantai Badur di Kecamatan Batu Putih,
- Taman Air Kiermata di Kecamatan Saronggi,
- Goa Jeruk Asta Tinggi Sumenep,
- Goa Kuning di Kecamatan Kangean,
- Goa Payudan di Kecamatan Guluk-Guluk,
Seni Tari
- Tari Moang Sangkal
- Tari Codi' Somekkar
- Tari Gambu
- Musik Saronen
- Musik Tong-tong
- Musik gambus
- Batik Tulis Sumenep , sentra batik tulis di Sumenep terdapat di desa Pakandangan Barat Kecamatan Bluto,
- Keris, sentra pembuatan senjata keris di Sumenep terdapat di desa Aeng tong tong dan desa desa Palongan Kecamatan Bluto,
- Sentra Ukiran Sumenep Madura terdapat di desa Karduluk,
- Sentra pembuatan Perahu Madura terdapat di desa Slopeng dan Pulau Sapudi,
- Sentra Pembuatan Topeng Madura
Budaya
- Mamaca
- Mamapar gigi
- Kalenengan Karaton
- Tandha'
- Tan-pangantanan
- Ojhung
- Topeng dhalang
- Lodrok
- Sape Sono'
- Karapan Sapi
- Upacara Adat Nyadar
- Upacara Adat Penganten Ngekak Sangger
Makan dan Minuman Khas
- Rujak Cingur Sumenep
- Kaldu Kokot
- Kalsot (kaldu soto)
- Lontong Campor
- Apen Parsanga
- Soto Madura
- Sate Madura
- Man reman
- Macho
- Pattola
- Mento
- Nasi Jagung Kuah Maronggi ( daun kelor )
- Kripik Singkong
- Jubada
- Rengginang Lorjuk
- Pokak Saripah
Event Wisata
- Semalam di Karaton
- Prosesi Pelantikan Arya Wiraraja
- Karapan Sapi
- Tellasan Topak
Maskot
Fauna Identitas Kabupaten Sumenep adalah Ayam bekisar yang berasal dari Pulau Kangean. Fauna ini tak hanya menjadi identitas daerah Sumenep namun juga menjadi identitas Provinsi Jawa Timur. Selain mempunyai fauna khas, Sumenep juga mempunyai flora khas yaitu Pohon Cemara Udang yang tumbuh subur di lokasi wisata Pantai Lombang. Saat ini pohon cemara udang termasuk salah satu flora yang dilindungi oleh UU dan Perda Kab. Sumenepsumber wikipedia
0 komentar:
Posting Komentar