Yang dimaksud membuat tato adalah menusuk-nusukkan jarum atau sebangsanya di punggung telapak tangan, lengan atau bibir atau tempat-tempat lainnya pada tubuh wanita yang tidak mengeluarkan darah, kemudian memberikan celak atau kapur pada bekas tusukan tersebut sehingga kulitnya berubah menjadi warna hijau. Wanita yang menjadi tukang membuat tato itu disebut sebagai Wasyimah, sedangkan wanita yang dibuatkan tato disebut Mausyumah, dan yang meminta dibuatkan tato disebut Mustausyimah. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/836)
Yang dimaksud dengan perenggangan gigi di sini adalah merenggangkan atau menggeser gigi taring dan empat gigi seri. (Gaharibu Al-Hadits, Khutabi 1/598).
Hal ini sering dilakukan oleh wanita-wanita yang sudah tua dengan
tujuan agar terlihat lebih muda. Sebenarnya kerenggangan antara gigi
seri ini terjadi pada anak-anak kecil. Setiap kali bertambah usia
seorang wanita khawatir sehingga dia merapikan giginya dengan alat
perapi gigi supaya terlihat lembut dan baik serta tampak lebih muda. (Syarhu Shahihi Muslim, Nawawi IV/837)
Ketiga hal tersebut di atas merupakan perbuatan yang dilarang agama,
dan pelakunya dilaknat, karena hal itu termasuk perbuatan merubah apa
yang telah diciptakan Alloh Subhanahu wa Ta’ala.Dari Abdullah bin Umar RadhiyAllohu Anhu, yang artinya: “Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang minta disambungkan rambutnya, wanita yang mentato (kulitnya) dan wanita yang meminta dibuatkan tato”. (Muttafaqun ‘alaih).
Sedangkan dari Abdullah bin Mas’ud RadhiyAllohu ‘anhu, dia berkata :”Alloh Subhanahu wa Ta’ala melaknat wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang minta dicukurkan alisnya, wanita yang minta direnggangkan giginya untuk mempercantik diri, yang mereka semua merubah ciptaan Alloh”.
Abdullah bin Mas’ud menyebarkan hal itu sehingga terdengar oleh wanita dari Bani Asad bernama Ummu Ya’qub. Setelah membaca Al-Qur’an, dia mendatangi Abdullah bin Mas’ud dan berkata: “Aku mendengar engkau melaknat wanita yang menyambung rambut dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, wanita yang mencukur alisnya dan wanita yang meminta direnggangkan giginya yang semuanya itu merubah ciptaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala?” Abdullah bin Mas’ud menjawab: “Bagaimana aku tidak melaknat orang-orang yang dilaknat oleh Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam dan semuanya itu telah diterangkan di dalam Al-Qur’an”. Wanita itu berkata: “Aku telah membaca semua isi Al-Qur’an tetapi tidak mendapatkannya”. Lalu Abdullah bin Mas’ud berkata. “Kalau engkau membacanya, pasti engkau akan mendapatkannya. Alloh Subhanahu wa Ta’ala berfirman, yang artinya: “Apa yang diperintahkan Rasul kepada kalian maka terimalah. Dan apa yang dilarangnya bagi kalian maka tinggalkanlah”. Wanita itupun berkata: “Sesungguhnya aku melihat hal itu pada istrimu sekarang ini”. Abdullah bin Mas’ud pun bertutur: “Temui dan lihatlah dia”. Selanjutnya Abdullah bin Mas’ud menceritakannya. “Maka wanita itu pun menemui istri Abdullah bin Mas’ud tetapi dia tidak mendapatkan sesuatu apapun. Kemudian dia pergi menemui Abdullah dan berkata: “Aku tidak melihat sesuatu”. Maka Abdullah pun berkata: “Seandainya ada sesuatu padanya niscaya kami tidak akan menggaulinya”. (Muttafaqun alaihi)
Dan dari Abu Jahifah RadhiyAllohu ‘anhu, dia berkata, yang artinya: “Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam melarang uang hasil penjualan darah dan penjualan anjing serta upah pelacuran. Dan beliau juga melaknat wanita yang menyambung rambutnya dan wanita yang meminta disambungkan rambutnya, orang yang memakan riba dan orang yang menjadi mitranya serta orang yang menggambar”. (HR: Bukhari).
Imam Nawawi Rahimahulloh berkata: “Menurut hadits tersebut semuanya itu merupakan perbuatan haram, karena hal itu jelas merubah ciptaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, selain juga sebagai kebohongan sekaligus sebagai tipu daya”.
Mengenai hal ini penulis katakan, adanya laknat bagi pelakunya menunjukkan bahwa perbuatan itu merupakan dosa besar. Oleh karena itu, hal itu telah dikategorikan oleh Al-Hafidzh Al-Zahabi termasuk dalam enam puluh dosa besar.
Banyak wanita yang meminta nikah dengan melakukan hal itu terhadap dirinya sendiri, sehingga mereka mengira terlihat lebih muda atau cantik. Yang lebih aneh lagi, beberapa dari para ibu melakukan hal tersebut terhadap puteri-puteri mereka yang masih kecil. Dalam hal itu sang ibu yang berdosa sedangkan sang anak tidak berdosa.
Salah seorang di antara mereka ada yang menanyakan mengenai wanita yang tumbuh jenggot atau kumis karena banyaknya hormon laki-laki pada diri mereka, lalu apakah mereka boleh mencukurnya?
Mengenai pertanyaan seperti itu dijawab boleh, karena Alloh Subhanahu wa Ta’ala tidak membebani seseorang diluar kemampuannya, melainkan sesuai dengan kemampuannya. Selain itu, Rasululloh ShallAllohu ‘alaihi wa sallam telah melarang wanita bertasyabuh (menyerupai) dengan laki-laki, sedangkan membiarkan jenggot dan kumis tumbuh panjang merupakan tindakan menyerupai laki-laki. Tasyabuh seperti itu tidak dapat dihilangkan melainkan dengan mencukur jenggot dan kumis tersebut.
Imam Nawawi Rahimahulloh (Syarhu Shahihi Muslim IV/837): “Tindakan seperti itu jelas haram kecuali apabila pada diri seorang wanita tumbuh jenggot atau kumis, maka dia tidak dilarang untuk mencukurnya, bahkan hal itu dianjurkan bagi kita”.
Selanjutnya dia mengatakan :”Larangan itu hanya diperuntukkan pada rambut-rambut yang tumbuh di beberapa bagian wajah”.
Oleh karena itu, pencukuran jenggot dan kumis bagi seorang wanita bukan merupakan tindakan merubah ciptaan Alloh Subhanahu wa Ta’ala, karena dasar penciptaan wanita adalah tanpa jenggot maupun kumis. Bahkan sebagian ulama mengharamkan laki-laki memotong jenggotnya karena hal itu termasuk tasyabbuh dengan wanita, dan itu jelas-jelas dilarang.
Demikian halnya perbaikan gigi karena untuk berobat atau untuk menghilangkan aib dan semisalnya merupakan suatu tindakan yang tidak dilarang. Imam Nawawi mengatakan: “Dalam hadits di atas terdapat isyarat yang menunjukkan bahwa yang dilarang (haram) adalah orang yang meminta direnggangkan giginya dengan tujuan untuk mempercantik diri. Sedangkan apabila bertujuan untuk memperbaiki atau menghilangkan aib pada susunan gigi maka hal itu tidak dilarang”. (Syahru Shahihi Muslim IV/837)
sumber
0 komentar:
Posting Komentar